Dua tahun silam, kurang lebihnya lupa
tahun berapa… aku diajak teman-teman se kelas di SMK untuk jalan-jalan ke
daerah Bantul sambil reunian. Watu Lumbung kata temanku, ah entah mungkin nama
sebuah situs sejarah atau apa, aku tidak begitu peduli, yang penting
refreshing. Oke waktu itu hari minggu kita pergi ke sana. Sampai di jalan masuk
perkampungan setelah jembatan besar di jalan parangtritis kami masih harus
mencari. Taraaaa mbah google map yang menjadi tumpuan harapan kita berempat.
Ketemulah jalan masuk yang cukup untuk semobil, mantab karena memang
ada plangnya, tapi kecil banget hampir hampir gak kelihatan. Well cus kita
masuki jalan itu, naik dan naik, ndèdèl kalau orang jawa bilang.
Sepi..blas [red:sama sekali] tidak ada orang di sana.
Tapi kita nemu tempat asik di ketinggian. Waw pantai lho cahh!!
kelihatan!!. Waktu itu masih jam 07.00 pagi jadi suasana masih sisa sunrise
gitu. Setidaknya matahari masih anget dan menyehatkan.
Menikmati fota-foto, cekrak cerik. Wuah ini tempat kayak cafe tapi
kita salah timing gumam saya waktu itu. Coba kalau pas sunset mestinya lebih
bagus. Melihat lihat sekitar seperti ada cluster ditandai dengan bangunan yang
rata-rata terbuat dari bambu atau kayu, tapi cluster apa saja aku yakin itu
akan lebih menarik kalau ada penunggunya. Sekali lagi hanya ada plang kecil
tulisannya juga sederhana.
Tetot…yang paling nyesek waktu itu karena membaca di sebuah plang
nama bahwa ada cafe yang kalau kita bawa beberapa buku bisa dapat makanan
gratis dan pagi itu cafenya tutup. Sepi. Salah timing beneran ini. Wah suatu
saat harus ke sini lagi nih, janjiku pada diri sendiri. Tapi pasti nanti nanti
sudah banyak orang yang tahu dan jadi tempat atau spot yang umum banget. Jaman
sekarang [dua tahun lalu] tempat baru cepet ngehits.
Seiring berjalannya waktu. Waktu tidak diiringin juga tetep jalan.
Saya sudah tidak lagi butuh yang namanya pelarian aneh dan mendadak. Bisa
dikatakan lebih selektif karena kebahagiaan dan ketenangan jiwa Alhamdulillah
sudah lumayan sembuh dari penat. Lumayan sembuh lho ya. Hahaa. Yesss buktinya
aku nyempluk.
Minggu lalu teman segaweyan ngajakin survey karena beliaunya mau ada
tamu Edutrip ke WatuLumbung. Oh yaaaa udah hampir setahun ini aku pindah
gaweyan. Yesss tepat, pindah bidang sekaligus pindah bagian otomatis pindah
secara jiwa dan raga. Pindah! Saat ini kerja di bidang yang lebih disuka dan
dihobiin tapi bukan karena latar pendidikan apalagi ahli dan nggathok. Kembali
ke Minggu lalu teman segaweyan ngajakin survey lokasi untuk calon tamunya beliau
dari sekolahan di Jakarta. Finally hari Selasa 18 Juli 2017 akhirnya kami
berdua pergi ke Watu Lumbung.
Keduakali
Untuk keduakalinya ke Watu Lumbung keduakalinya juga kebablasan.
Yang betul adalah gang pertama dari belokan ke kiri. Dessss…naik naik yaps
ketemu cafe yang dulu sepi…bukan bukan… ini beda.. oh sudah berubah… iya… oke
gakpapa yang penting makan siang dulu di Kedai Wedangan. Kesan setelah duduk di
kedai itu adalah etnik, ndeso dan otentik. Kami pesan Bakmi. Bayangkan
siang-siang agak redup makan bakmi panas pake piring seng di atas bukit sambil
lihat pemandangan pantai. Yaaa mungkin biasa aja, timing juga siang-siang
enggak banget untuk memandangi matahari. Kali ini aku tidak bergumam salah
timing lagi. Karena pas banget pas laper pas ada kedai, pas kedai buka lagi.
Mas penjaganya ramah, kita mau bablas naik bukit saja sudah di-say hello-in, al
hasil yaaa berhenti makan aja di sini nanti baru eksplore.
Selesai makan kita turun ke perengan / area bagian bukit yang
posisinya di bawah persis kedai wedangan tempat kita makan. Saat kita masih
makan di atas, terlihat mbah Boy yang sedang keduk-keduk atau menggali-gali
sesuatu. Temanku sudah kenal mbah Boy dulu karena udah kenalan via telpon dan
youtube. Proses kenalan yang sangat umum di era ini kekinian. Setelah
menitipkan kendaraan karena mau turun jalan kaki lalu disambut oleh dua ekor
banyak, banyak adalah jenis unggas seperti angsa tapi bukan angsa.
Kulonuwun mbah sapaku, sambil salim. Sedang sibuk mbah? Tanyaku
lagi… iya sedang punya harapan ini jadinya sibuk, yaa kalau gak sibuk pasti
sakit atau mati kata beliau.
Tuawwwawww!!
Bener juga, ya wes apik. Berpikir-pikir sambil masuk ke rumah karena
sudah dipersilahkan.
Menemukan Kegelisahan
Terlihat beberapa anak muda yang sedang apa enggak jelas karena kita
masuk di tengah ruangan setengah terbuka. Terlihat ruang sholat dengan almari
berisi buku di sudut, dan rumah yang masih setengah terbuka karena pintu
pintunya adalah gawangan pintu dan jendela yang belu didauni. Sambil dijelaskan
mbah Boy tentang konsep watu lumbung, baru tau alau rupanya anak-anak muda itu
tamunya Watu Lumbung. Teman saya terus eksplorasi sambil sedikit mencatat dan
aku juga menimpali. Tapi mata pikiran dan perasaanku berkeliaran tidak karuan.
Makin ngobrol yang ada justru nggrembyang. Nggrembyang
itu….mmm….semacam pemahaman yang hanya sedikit saja, ada gambaran tapi belum
begitu jelas. Susah dijelaskan arti kata nggrembyang. Bahkan sesudah minum
wedang sere pun masih nggrembyang. Okee yaAllah saya ikuti pelajaran dariMU hari
ini.
Berteriak Tentang Cita-cita
Masih duduk di bagian tengah dari rumah yang bentuknya seperti
limasan yang kemudian kami ketahui bahwa itu omah dolanan yang belum jadi.
Terdengar 5 pemuda tadi satu satu meneriakkan kalimat-kalimat seperti harapan
atau permintaan yang diikuti oleh aamiin-an kawannya. Mereka berbicara dalam
bahasa jawa kadang berbahasa Indonesia. Ohya mbah boy ini kog logatnya enggak
Jawa ya, tanyaku pada diri sendiri. Beberapa menit kemudian ada seorang muda
namanya mas Kentang seperti yang dipanggilkan oleh mbah Boy. Langsung Mas
Kentang diperkenalkan kepada kami bahwa kami dari jogjakartour.com yang
berkeinginan eksplore Watu Lumbung lebih jauh.
Waktu Luang
Punya waktu luang kan? Tanya mas Kentang… iyaa mas jawab kami…
Setelahnya kami di ajak ke Lobby dan ruang-ruang lain yang posisinya berada lebih tinggi daripada kedai Wedangan. Gak nyangka ternyata makin ke atas makin
bingung ternyata masih ada kedai satu lagi namanya lupa…waduh benar benar kudu
punya waktu luang nih. Masih ada ruang ruang lain yang aduhai belum pernah ditemui sebelumnya. Padahal maunya target jam 16.00 kita sudah kelar, ahh biar saja let it flow.
Mengenal Diri dan Mencintai Alam
Yak sampailah kita di lobby, kami diminta menuliskan cita-cita di
atas daun jati dengan spidol dan digantungkan dengan tali-tali yang dikaitkan
di pegangan tangga masuk menuju ruang lain.
Tunggu!! aku masih menatap ruang terbuka yang dinamakan lobby ini.
Potongan jalan dengan dapur sederhana lengkap dengan kompor dan perabotnya
terletak dipinggir jalan lalu ada meja besar layaknya meja makan lengkap dengan
kursinya satu set, sejajar dengan dapur.
Sambil menganga karena mendengar kata “snake handling” itu
pengetahuan yang wajib diberikan kepada pengunjunga yang mengikuti activity di
Watu Lumbung.
Sambil heran, sambil mengambil foto, sambil bergumam ~ke mana saja
saya selama tiga tahun ini, seperti orang ngengleng atau ngeblank
berkepanjangan, karena terakhir merasai keheranan yang ikhlas seperti ini waktu
diajari materi tentang Kotagede di Omah UGM Jagalan~. Aku menaiki tangga naik
menuju ruangan yang lebih lebar… dan yang kutemukan adalah ruangan
terbuka…ruangan di alam…yang berpayung teduh oleh pohon jati. Ruang alami…dan
tertata dengan apik, rapih dan dijaga kebersihannya, iyaa lho ada seorang ibu
sedang menyapu seluruh daun jati yang jatuh. Ruang yang kata mas Kentang
biasanya dipakai untuk seminar/workshop. Ada ruang lain di ujung pelataran itu
dapur kecil dan angunan lain dari kayu yang disebut homestay atau tempat
menginap kalau ada tamu di Watu Lumbung lengkap dengan alasan tata letaknya
tidak akan kujelentrehkan di sini supaya kalian bisa ke sana sendiri. Sambil
showing jalan kaki dijelaskan activity yang ada di kawasan Watu Lumbung.
Ternganga-nganga aku merekam ke dalam ingatan semua yang dijelaskan mas Kentang
sambil mengkomparasikan dengan konsep……mmm… ahhh… terlalu jauh kalau mau ngomong
di sini. Ternyata sesederhana itu menjadikan alam sebagai parameter pengenalan diri. Dan selama beberapa tahun ini aku belum mengenal diri dengan baik, apalagi mau mencintai alam. Hm.. Masih ternganga-nganga dan manthuk-manthuk saja demi mendengar semua konsep yang konservatif di Watu Lumbung.
bersambung ke #2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar