Senin, 09 April 2018

Kode Keras Sang Penghidup


Ini tentang tanda. Kode. Sign…dari Sang Designer Kehidupan…

Telepon pintar tetiba rusak saat last minute kudu berangkat nugas dan sudah tidak ada waktu lagi untuk nyervis atau beli baru. Ini pertanda. Waktu itu tugas ke Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dan sekitarnya yang termasuk salah satu wishlista (red-daftar keinginan Lista) visiting Banyuwangi.

Memang ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan ketika barang penting itu rusak :
1) Kelewatan obyek bagus untuk sekedar didokumentasikan;
2) Tidak bisa komunikasi intens dengan kancaku (red-temanku) via sosial media walau sekedar update status.


Lepas dari HP rusak atau tidak, sebetulnya kemampuan menikmati suasana saat berkendara jarak jauh banget memang tidak mudah. Kuncinya adalah tidak banyak mengeluh. Memang sudah niat dari awal jalan, ya sudah jalan…Bismillah saja. Kami berangkat berempat, Mas Rid Mb Nis Mas Bim dan aku. Mereka teman satu team tugasku kali ini. Hahhaaa profesi kami bukan researcher, tapi tugasnya hampir bisa dikatakan sekedar searching. So pastinya pengalaman baru, temuan tempat indah dan kejadian lucu itu semua bonus. Benar saja selama di negeri Osing memang banyak hadiah-hadiah terbungkus cantik nan mengagetkan dari Tuhan.

Catatan buruk di awal perjalanan pantai utara Jawa, aku terlambat dan hampir saja ditinggal bus Tami Jaya jurusan Denpasar. Ah dasar ngeyel, harusnya aku bisa belajar banyak dari mbak Keti salah seorang teman di Dong Mueang Bangkok. Menjadi penumpang yang ditunggu semua awak Bus dan penumpang lain itu hadiah walau kena marah sana sini…ampon ya gaes…love you all pokoknya…^^
Sempat juga kita ngopi dan ngeroti bersama kera di Little Africa of Java. Kesampian pergi ke Pulau Bali, ah ini mah kebahagiaan tersendiri bagi si juragan transport yang super duper istimewah. Sesaat setelah Sri Tanjungku tiba di Jogja, berita laka kereta Sancaka.

Banyak banget kan hadiahnya itu semua harusnya kuceritakan di catatan dengan judul lain… ada juga sebuah catatan pembalasan dendamku pada seorang Bima. Sorry ya Bim ya, ini tempat paling aman...Sebagian kisah telah diceritakan pada ibu heheee pendengar setiaku :*

Naaa bab-bab tersebut sangat mungkin akan terlewat ketika selama perjalanan sudah berada pada zona nyaman kebodohan menggenggam benda pintar.

Kode #1
Ya, kali ini GustiAllah mengirim pesan bahwa kesempatan lebih besar bagi mata, mulut, hidung, telinga, tangan, kaki juga otak dan kalbu untuk dimaksimalkan. Hey itu semua kan sudah biasanya digunakan untuk berhidup ria. Ya memang, sekaligus Pemberian Tuhan yang terlupa dari sikap handarbeni (red-memiliki) sekaligus dihidupi. Ini kode keras tentu saja. Jadi sepakat dengan diri sendiri bahwa selama nugas panturanan seluruhnya harus maksimal.

Kode #2
Soal komunikasi Alhamdulillah lancar via sms dan telpon, tertolong oleh si kecil Camcul yang nyata setia, batre tidak mudah low, fungsi-fungsi dasar tetap istiqamah walau sudah tidak dipakai dalam waktu yang agak lama. Camcul kutinggalkan juga bukan karena rusak, tapi karena kebutuhan fitur yang lebih mendesak. Nah dari sini juga Sang Maha Penghidup mengingatkan bahwa teman lama, teman perjalanan hidup tidak layak dilupakan begitu saja. Benda mati saja tidak boleh diupakan apalagi manusia. Ah ini kode supaya jangan suka lupa dengan siapa saja kehidupan kita berhubungan dekat, ya alam…ya sesama…ya Tuhan...

Kode #3
Signal Kekuasaan GustiAllah, ah ini sugguhan. Tentang berani membuat pengakuan dosa. Ceritanya begini, beberapa hari sebelum berangkat ke perbatasan Pulau Jawa dan Pulau Bali itu memang sudah niat banget bakalan ngerjain. Pergi enggak akan pamitan, lalu nanti di sana ambil swafoto / minta diambilkan foto kemudian dikirim ke Kakanona Maya Damayanti yang beberapa waktu lalu punya wacana ke T.N. Baluran. Niat awal foto itu juga akan kukirim ke Om Pras, dkk yang sepertinya sedang kurang piknik heheee. Ah ini sungguh tanda bahwa Allah Maha Mendengar niat jahatku. Astaghfirullah. Kesemua rencana itu gagal total. Aku tidak mengambil lalu mengirimkan foto apapun pada siapapun selama trip sampai pulang. Niat jahat ini keniscayaan selama alat pintar dalam genggaman.

Kode #4
Lalu tentang sikap kreatif dan pemikiran positif yang tidak boleh luntur dari jiwa manusiaku. Terlalu sibuk dengan kekerdilan sak wasangka juga keterkungkungan dalam tempurung katak. Karena berkarya tidak melulu soal apa yang dihasilkan atau apa yang kelihatan di mata orang lain termasuk profit benefit outfit. Maka berhasil menikmati sebuah tugas (sulit/mudah) itu sebuah karya pribadi. Bagaimana mengolah dan berkesenian. Bagaimana bisa bersyukur atas setiap proses adalah salah satu ketrampilan nyata yang dititiskan Gusti Sang Penulis Skenario. Ini patut diapresiasi oleh diri sendiri karena tidak akan mungkin bisa dirasakan oleh orang lain, karena nikmat dan syukur itu ada pada hati.
Apresiasi itu bentuknya macam-macam. Bisa menertawai atau mengingat siapa sejatinya dirisendiri saja sudah merupakan apresiasi yang mewah. Apa jadinya kalau setiap kejadian selalu diberkahi Tuhan melalui sikap sadar yang demikian kreatif? Nah hal ini mungkin akan terlewat ketika selama perjalanan aman menggenggam telepon pintar.

Gimana…Allah itu baik banget kan mengirim banyak kode keras dengan cara sederhana.

Kehilangan telepon pintar dari tangan sebenarnya tidak jadi masalah besar. Hahaa ini berlaku selama telepon pintar tidak untuk bisnis atau pekerjaan utama. Jadi ini tidak berlaku bagi teman saya seorang juragan perusahaan transport, atau seorang owner online shop fashion bisa jadi ini juga merupakan masalah besar bagi seorang pejabat…mungkin… Tapi ini tidak berlaku bagi saya yang bukan siapa2nya siapapun hahaa.

Telepon pintar sepatutnya digunakan semultimanfaat mungkin oleh pemiliknya bukan sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar