Rabu, 23 Mei 2018

MOTIF LANGKA TENUN KALIUDA


Kata tenun memberikan kesan mahal dan indah. Kelas jenis kain yang memang dari segi pembuatannya heroik dan dramatis. Kedengarannya lebay...Tidak juga ah...

Kalau di Jawa ada lurik yang katanya juga diproduksi dengan cara di pintal ehh di tenun [sama gak sih?]. ATBM [alat tenun bukan mesin] kata bu guru saat SD, adalah salah satu alat untuk memproduksi selembar kain yang siap digunakan untuk membuat baju atau selembar kain untuk selendang saja. Lurik biasa untuk bahan membuat pakaian tradisional Jawa surjan dan kebaya.


Di Sumba NTT produksi kain tenun digunakan untuk bahan membuat sarung, kain dan selendang. Sama prosesnya juga memakai ATBM. Sarung biasanya untuk pakaian tradisional khas NTT untuk wanita. Ukuran lebar sekitar 50 cm dan panjangnya kurang lebih 1 m. Lain untuk pakian tradisional Pria, hanya selembar kain tenun ukuran panjang dan lebarnya kurang lebih 2 m x 1 meter, dengan cara memakai dililitkan dan ditali.

Tenun motif Kaliuda... Kata itu saya dengar dari seorang Ibu yang pertama kali saya temui berjualan tenun di Pasar Sabtu di Kecamatan Pahunga Lodu, Sumba Timur. Hanya ada beberapa penjual tenun di Pasar tradisional yang memang hanya beroperasi pada hari Sabtu saja. Di los ibu penjual itu ada kain yg dipajang dengan motif senada katanya motif sini, Kaliuda, ada juga yang terlihat dari warnanya sangat cerah saya sebut kain kontemporer karena motifnya macam-macam.

Sekali lagi saya dengar motif tenun Kaliuda dari seorang Ibu yang memang tinggal di Desa Kaliuda, Kec. Pahunga Lodu. Pengrajin tenun yang sehari-hari membuat kain tenun, mempertunjukkan dua sarung tenun wanita se harga Rp 1.000.000 dan Rp 1.500.000 warnanya memang kusam dengan motif hewan, katanya motif Kaliuda.

Setelah saya bertemu orang ke empat ketemu lagi motif Kaliuda. Bapak Yohanes, seorang pengrajin tenun yang dua kali saya datang ke rumah beliau, yang pada awalanya hanya tertarik oleh penampakan ikatan benang-benang yang dijemur di depa rumahnya. Rumah dengan pekarangan yang cukup lebar tersebut ada di pinggir jalan utama Mangili - Waijelu.

Sekitar 4 ikatan benang sepanjang 1 meter yang menggimbal dan ujung pangkalnya diikat satu dengan yang lainnya lagi. Setelah melakukan obrolan di hari pertama dan kedua, ternyata Bapak Yohanes bertugas menjadi designer tenun lalu ibu dan istrinya yang mengerjakan pemintalan benang hingga jadi selembar kain.

“Motif Kaliuda itu beda” begitu kata pak Yohanes, biasanya diterapkan pada kain atau sarung dan terakhir saya baru lihat juga selendang. Oh ya motif serupa juga dipakai oleh bapak pegawai kecamatan yang sudah disulap jadi safari kerja. Terlihat juga di foto profil pegawai Puskesmas Mangili yaitu Ibu Iche Kepala Puskesmas Mangili, dkk.

Menurut cerita tutur dari mama pak Yohanes [ibunya pak Yohanes, lupa bertanya namanya] motif hewan yang dipakai biasanya burung, ayam atau kuda. Gambar hewan tersebut dipakai karena dalam pernikahan adat Suku Sabu atau Sumba  atau NTT pada umunya hewan tersebut dijadikan belis. Belis dari pihak Laki-laki untuk diberikan kepada pihak Perempuan atau sebaliknya. Belis artinya mahar/mas kawin untuk pra upacara pernikahan adat masyarakat Sumba Timur, NTT.

Motif tenun Kaliuda khas bernuansa dasar hitam dan merah. Sedangkan untuk gambarnya diambil warna asli kain yaitu putih tulang. Menggunakan teknik penutupan benang dengan tali rafia sesuai dengan gambar yang akan diterapkan. Proses ini dikerjakan oleh pak Yohanes. Setelah selesah penutupan ini lalu dilakukan pewarnaan. Bahan pewarna menggunakan akar pohon mengkudu untuk warna merah dan daun pohon nila untuk warna biru tua dan hitam. Setelah memalui proses pencelupan ikatan dibuka dan dikelantang dibawah sinar matahari selama beberapa hari untuk mendapatkan warna yang maksimal.

Setelah selesai proses pewarnaan barulah ditenun menggunakan alat tenun tradisional dari kayu. Dipintal dan dikaitkan dengan benang-benang lainnya secara manual. Proses penenunan untuk selendang tidak lama hanya sehari semalam saja, selendang ukuran 30 cm x 1 m.

Satu lembar kain untuk laki-laki dikerjakan selama 3 bulan, mulai dari benang hingga menjadi kain siap pakai. Kain indah itu dibandrol dengan harga Rp 1.500.000,-. Ada satu lagi kain sarung cantik berlatar dasar hitam setrip merah melitang berhias motif Kaliuda, diberi harga Rp1.000.000,-. Lalu selendang motif Kaliuda seharga Rp350.000,- s.d. Rp500.000,-. Pengrajin lain menawarkan kain lain yang harganya Rp2.000.000,- s.d. Rp3.000.000,-.

Menurut informasi dar warga sekitar Kaliuda, Ibu Susi Pujiastuti beberapa waktu yang lalu juga berkunjung ke Kaliuda dan membeli beberapa potong tenun, termasuk satu lembar kain tenun Kaliuda dengan motif Burung Garuda seharga Rp20.000.000,-.

Melihat pola pengrajin yang otentik di desa Kaliuda, mereka tidak menyimpan banyak stok hasil produksinya di rumah hanya jika ada pesanan atau barangnya sudah disetor ke Waingapu, ibu Kota Kabupaten Sumba Timur, Provinsi NTT. Entah berapa harga kain Kaliuda yang langka itu kalau sudah sampai Waingapu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar