Kamis, 15 April 2021

Menemani tes antigen anak-anak

Terlalu panjang dan berbusa kalau cerita via chat atau voice note.

Okelah kuputuskan cerita di sini saja, nampaknya lebih nyaman. Pasti ditampung, didengar dengan baik. Minimal direkam dengan tulus oleh dinding layar leptop..hehee

Jadi begini, kemarin hari pertama masuk Ramadhan. 13 April 2021, pagi jam 7 kurang 15 menit, tetiba mbak Indah mentor saya kirim WA. Minta tolong nungguin anak-anaknya yang di rumah karena mau ditinggal cek darah ke RS Sadewa. Sekitar jam 7 pagi sedangkan saya belum mandi dll. Simple pikiranku karena sedang mengandung jadi ya periksa kandungan, dan memang beberapa hari ini dapet kabar kalau tekanan darah drop dan butuh istirahat.

3 anak di tinggal di rumah sama saya yang gak pengalaman sama sekali ngurusin anak. Adek pun juga saya gak punya. Anak juga belum ada {nikah aja belom}. Yawes yg penting kupegang kunci “tenang ada Allah”. Udah kenal sih sama anak-anak tapi gak pernah ditinggal sendirian banget, biasanya ada teman yg dewasa yg lain. 2-3 jam selesai dan beres sudah pikirku.


Foto ini sebelum ada telepon dari bundanya




Sekitar jam 9 mbak Indah menelepon, mengabarkan harus opname di RS dan qadarullah positive covid. Lalu minta aku mengalihkan telepon ke anak-anak yang sedang di kamar lantai bawah (FYI : kamar yang semalam untuk tidur mbk Indah). Anak-anak diminta mbak Indah untuk kuantar ke tempatnya simbah. Simbah tinggal di desa sebelah, tapi anak-anak menolak dan mau tetap di rumah saja.

HP anak-anak yg warna putih gak bisa menyala karena battery sudah ngedrop-an. Biasanya mereka nonton youube film-film anak, Alhamdulillah HP kupinjamkan mereka dan kubuka laptop supaya tetap bisa terhubung untuk koordinasi.

Kak Tali (10 YO) ditelpon bolak-balik sama bundanya untuk menyiapkan baju gamis, Al Quran, alat mandi, alat makan, termos, madu, propolis, dll. Saya bantu juga supaya cepat packing. Sementara om Wawan (ponakan Pak Rosi) mengantar & menjemput itu barang-barang dua sesi dan nggak sekalian. Wkwkkkw. Kemungkinan kondisi panik jadi tidak efektif. Aku juga gak kepikiran buat menyiapkan itu semua karena gak tau fasilitas bangsal di RS seperti apa. Sementara HP dibuat nelpon laptop jadi pelarian untuk nyetel youtube wkkwkk.

Ohya lupa, saat itu pak Rosi suami mbak Indah masih bertugas di Bogor dan terus berusaha mencari tiket paling cepat buat balik ke Jogja.

Aku terus-terus berdoa supaya pak Rosi bisa tiba di Jogja hari itu juga. Malam pun gakpapa yang penting sampai Jogja cepat, dan aku merasa tenang karena anak-anak ada abinya. Qadarullah dapat info fixed Pak Rosi baru tiba Jogja jam 3 pagi karena naik kereta. So….bagaimanapun saya gak tega ninggalin 3 anak sendirian ya Allah….walhasil saya nginep.

Sementara aku bingung sendiri feel alone aku bikin WA group sahabat2 dekat buat berbagi info, cerita, support dan paling penting bantu mendoakan. Sekalian minta bantuan sepupu saya nganterin obat (habis kena anemia & cyber sickness dapet obat dari dokter), baju 1 stel, sleeping bag & charger HP.




Part paling sedih bagi saya adalah mendampingi test antigen ketiga anak-anak. Hwaah saya kudu lebih kuat daripada anak-anak. Ketakutan diambil sample bagi saya itu sudah hal yang semestinya dilupakan sejauh-jauhnyaaa detik itu juga…WAJIB kudu…gak boleh ada tempat lagi buat rasa takut..!! "Tenang ada Allah". Cemen sekali saya ini, gak mau pokoknya karena yg lalu lalu melihat proses swab di IG atau cerita teman yg sudah pernah di swab.

Jadi awalnya pak Rosi via telpon minta tolong Om Wawan & saya nganterin ketiga anaknya untuk Rapid Test Antigen ke Parahita (ini jenis test yang dicolok hidungnya untuk diambil sample kemudian dimasukkan ke alat). Hasilnya bisa nunggu kurang lebih 15 menitan.

Tapi seiring koordinasi, akhirnya final dapat informasi via WA japri dari ibu Ida Cahyadi T seorang ustadzah (yg nomernya beliau udah aku save sejak lama) bahwa kita akan di test di rumah. Ada fasilitas home service yang disediakan sama RZ. So kita hanya stay di rumah dan nunggu petugas datang buat nge-test. Alhamdulillah akan jauh lebih simple, karena anak-anak gak perlu moving ke mana-mana. Pikirku.

Saat petugas datang namanya mba Fiu, saya hanya sendiri karena sepupu saya buru-buru pulang setelah ngedrop baju dll. Dia takut diclaim kontak erat juga. Ah sekali lagi rasa takut apapun buat saya udah saya usir minggat sedari tadi. Kunci pertama yang masih saya pegang adalah “tenang ada Allah”.




Anak-anak sudah bersiap di ruang tamu. Melihat mbak Fiu pakai APD warna merah maroon, memakai tutup kepala, face shield & sarung tangan. Sambil chit chat biar anak-anak enggak tegang. Iya mereka enggak tegang kog. Ketawa-ketiwi malah, karena emang belum tahu apa yang akan dilakukan mbak Fiu. Mbak Fiu mengeluarkan box isinya macam-macem tools mulai alcohol di botol semprotan, reagen merk lungene, spidol, dll

Mulailah mereka konsolidai siapa yg akan diperiksa duluan. Pertama Indy (5 YO), lalu Hanif (7 YO) dan terakhir kak Talia (10 YO), demikianlah rencana yang mereka susun sendiri sesuai sidang dan rapat paripurna yang disepakati oleh mereka bertiga. (Tanpa campur tangan saya yaaaa)

Indy pemain pertama bersiap dan sudah duduk dipangkuanku, aku bertindak sebagai petugas pemegang kepala. Dan…..Swab!! (1) langsung pecah tangis doi. Dan karena kudu dua kali, saya udah kudu cari ide harus gimana, harus ngomong apa segala macam. “Ayo kak Tali kita semangatin adek” seruku kepada kak Tali. Setelah drama berkepanjangan sekitar 15-20 menit akhirnya SWAB!! (2). Tangisan kedua pecah dan dia memeluk Kak Tali.

Hanif yang harusya menjadi petarung kedua, sudah kabur, ngumpet entah di mana!! Wes nanti pikir keri. Kak Tali gak butuh waktu lama untuk membesarkan hatinya. Yuk kak bismillah ya…semoga sehat…Tidak lebih dari 5 detik SWAB!! hidung kanan & kiri. Finished.

Hanif ternyata bolak-balik dan memerhatikan Tali di swab. Dan tiba giliran Hanif yang di swab. Kali ini rayuan gombalku dan mbak Fiu sudah diluncurkan dan hampir kehabisan skenario buat Hanif. Qadarullah om Wawan tiba dengan motornya. Alhamdulillah ada bantuan tukang jagal, ehh maksudnya bantuan tenaga laki-laki untuk pegangin kaki & tangan. wkwkkk. Karena kalau dengan cara pemaksaan hanya kami berdua jelas kalah telak lawan Hanif. Saya bisa kejengkang akibat kesampluk tangan terlatih pegang panah dan perut mbak Fiu bisa jadi kena tendangan kaki atlit sepatu roda. 

Setelah Hanif dipahamkan bahwa ini demi ketemu sama bunda dan abi. Termasuk menyerukan semangat jihad seperti sahabat Rasulullah yang tidak takut sama musuh yang banyak & brutal. Kemudian membesarkan hatinya untuk tidak takut sama alat kecil sekecil lidi. Hanif jihadnya melawan virus, dan perjuangannya tidak sebanding sama sahabat Rasulullah yang harus terputus tangannya karena kena pedang.

Swab!! (1) sekali aja…gak tahu kenapa si Hanif cuma diambil sample sebelah. Ahh pokoknya Alhamdulillah. Walau tangisannya pecah dipelukanku dan lebih kencang lebih lama daripada adiknya Indi. “Udah bang udah selesai, Alhamdulillah…coba lihat hidungnya abang berdarah gak? Enggak kan….dah sana main lagi.”

Giliran saya lalu om Wawan. Swab!! Swab!! Alhamdulillah gak nyampe 5 menit. Jadiii nggak perlu saya ceritakan disini panjang panjang karena nggak ada tangisan dan rayuan, apalagi pelukan… bhahahhaaaa…

Alhamdulillah tes selesai menjelang adzan asar. Mbak Fiu berpamit, dan aku berterimakasih sekaligus memohon maaf atas drama sinema senyorita yang terjadi.

Hasilnya langsung bisa dilihat, tapi kata mbak Fiu adminlah yang akan menyampaikan resmi ke keluarga. Oke no problem..haslinya Talia, Hanif, Om Wawan dan ane alhamdulillah negative 

**Hiksss kecuali Indi, anak kecil yg sangat aktif itu..antara sedih dan saya bingung habis ini harus gimana. Ya Allah…

Caatan ini belum lengkap, karena harus ada lagi bagian-bagian di mana kak Tali dan ane harus menyingkirkan benda bekas bundanya terus kembali memahamkan (mengingatkan pesan abinya) ke Indi anak 5 tahun untuk berani di kamar sendirian…Ya Rabb…saya merasa jadi orang dewasa yg useless banget...bahkan lupa nggak nyterilkan seisi rumah dengan disinfektan...hiksss

Singkat cerita pikiran saya kudu nyiapin perlengkapan protokol kesehatan standar minimal di bantu om Wawan dan mas Ipul. Om Wawan cari masker medis dewasa & masker anak. Dan mas Ipul udah malem pulang shooting sekitar jam 19.45 dibelain nganter sarung tangan. Akhirnya saya nginap malam itu di lantai bawah di ruang tamu, setelah sebelumnya saya memastikan anak-anak tidur lelap dan mandi dengan sabun yg dibawain sepupu tadi siang. ZZZZzzzz...

===

Ohya bagi teman-teman yang membaca ini..saya bukan pingin menggalang dana, enggak minta kiriman makanan atau suaka. Bukan juga mau nebeng ngekos/tidur buat isolasi mandiri.

Tapi di bulan penuh dengan waktu istimewa ini saya mau mengais doa dari teman-teman…doakan saya sehat..karena saat ini sudah pulang ke rumah, dan di rumah saya ada dua lansia yag belum dapet jadwal pakzzinnn. Tolong kalau waktu buka puasa atau antara adzan iqamah saya & keluarga saya didoakan. Juga keluarga Pak Rosi & Mbak Indah bisa melewati ini dengan lulus.

Saya berdoa juga untuk kalian yg membaca titipan catatan ini, juga sehat selalu hingga kondisi pandemi ini enyah dari muka bumi. Semoga terus lancar rejeki, naik jabatan, istri/suami setia, keluarga sakinnah mawadah warahmah, anak sholih/sholihah, usia manfaat & berkah…dan jangan lupa kalau di surga kalian nggak nemu saya tolong dicari ya…minimal karena pernah jadi teman berbagi cerita..

Mohon maaf bila pilihan diksiku sering tak terkondisi…

Selamat melanjutkan perjuangan dan kemesraan di Ramadhan ini gaesss…Jazakumullah Khair…

:)



===


Alhamdulillah tgl 21 April 2021 Aku direkomendasikan ustadzahku untuk test mandiri saja. Bismillah...

Alhamdulillairrabil'alamin hasilnya negativ pakai tes antigen.

Terimakasih doanya teman²

:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar